Selasa, 28 Februari 2012

Entahlah...

Irama tawa manusia tak lagi ori. Seperti bajakan yang dijual murah meriah. Aku tak mau menjadi murahan hanya atas nama penghormatan. Aku memang tak puas dengan kebijakan yang sok kepintaran. Aku muak dengan segala dongeng leluhur yang menyimpan kemunafikan. Aku bosan dengan hidup yang terus membanggakan ras, agama, dan golongan. Dan ironisnya aku tak punya pilihan dengan cukup berteriak dipinggir trotoar. Aku memang sial dengan kekuasaanku yang tak lebih banyak dari mereka. 

Aku bukan seperti kata mereka yang masuk dalam golongan anarkis. Aku hanya ingin membuktikan apakah teori selalu benar jika ada praksis. Terkadang memang benar, namun seringnya aku terjebak. Dan aku sial lagi, bertubi-tubi. 

Aku bukan kapitalis atau nasionalis, aku adalah manusia bebas dengan akal dan nurani. Aku juga bukan penganut feminis, aku adalah perempuan dengan segala kodrat dan derajat yang Tuhan karuniakan. Aku bukan segalanya dengan teori yang banyak mebuatku risih, aku adalah aku. Aku berani menghadapi segala kemungkinan, sungguh ini bukan sebuah kesombongan. Sebab aku yakin dengan atas nama aku maka aku akan mampu. Sampai kapanpun manusia akan tetap menjadi misteri, begitupun diriku. Jadi jangan sok tau dengan mengatakan aku adalah salah satu jenis manusia yang tidak mampu. 

Entah mengapa harus ada diskriminasi, terlau sempit pandangan kalian yang mengaku fasih segala ilmu. Kebijakan palsu yang dipaksa, jabatan berlapis sogokan, segalanya memang memabukan. Aku malu sebagai generasi, aku menangis sebagai penerus kehancuran ini. Tapi biarlah, toh aku dan kalian sangat berbeda. Sebab selalu kuyakini, kalian adalah pengalaman yang tidak akan pernah mampu seorang guru mengajarkan padaku. Terima kasih kuhanturkan, sebab kalian mengurangi kemungkinan akan degradasi moralku. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar