Keperkasaan analisa kembali dipertanyakan. Mereka yang mengaku bijaksana mulai tumpul berargumen. Realita yang terjadi seolah bukan pelajaran yang patut mereka adopsi. Sungguh sendu jiwa ini melihat banyak ketimpangan kasih. Anak-anak kecil tak berdosa harus mengais rezeki dengan pura-pura buta, orang-orang tua tak bersalah harus menafkahi hidup dengan berpura-pura cacat. Kembali semua kepada kemunafikan, entah itu pejabat, konglomerat, ataupun rakyat jelata. Kejujuran dipertaruhkan, harga diri tak sungkan diperjual belikan. Segala yang dilakukan berorientasi pada kejayaan fana. Keterlaluan!
Manusia tak lagi ingat pada kasih sayang. Bersaing dengan kemampuan iblis, berfikir dengan pola penjajah. Semua menjadi carut marut, tak ada lagi gotong royong juga tolong menolong. Semboyan Bhineka Tungga Ika tinggal menjadi kenangan manis. Sungguh tak kupungkiri, mereka yang memiliki kekuasaan masih memiliki hati, namun kepekaan nurani sungguh masih dipertanyakan. Manusia seperti binatang, tak ada lagi Hak Asasi Manusia yang seharusnya dijunjung setinggi-tingginya. Tak ada lagi demokrasi yang seharusnya menjadi jalan penyelesaian masalah. Semuanya hanya simbol, tak ada lagi kenyataan manis. Wajah-wajah muram semakin bertebaran di bumi nan permai ini, air mata darah sudah menjadi lelucon setiap hari. Kemiskinan bukan lagi menjadi masalah, tetapi hiburan bagi yang kaya. Musibah tak lagi menjadi pengingat atas keserakahan, tapi sudah lazim sebagai tontonan menarik. Dan kita hanya menikmati?
Keceriaan sungguh telah menjadi mahal, membuatku takut untuk hidup lama. Cita-cita akan sebuah kehidupan yang damai, serta tawa lepas dari rakyat yang memuja atas kepenguasaanku, bukan mereka bandot-bandot tua berbuncit kemunafikan!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar