Selasa, 27 Desember 2011

Imajinasi Frustasi!

Semburat cahaya tak nampak di ufuk timur. Membuatku resah akan indahnya pagi seperti hari-hari yang lalu. Kulalui malam dengan gelisah, terkurung dalam emosi yang tiada kunjung kumengerti. Merajam logika hingga rasa perih dihati terus meradang. Beribu cara kucoba tuk pahami, tapi terus kuberjumpa pada ruang kosong tak berpenghuni. Diselimuti kegelapan, dibayangi ketakutan, tak terasa jiwa melayang dari raga. Disana, di dunia yang tak ku ketahui, aku tersenyum pada jasad yang lemah berdiri di hadapanku. Wajah pucat dengan bibir pukat itu mencoba meraih tanganku. Ingin kutepis, namun tak bisa. Sorot mata tajamnya mampu membuatku takluk. Aku dibuai pada keindahan syairnya, aku tertidur mendengar suara merdunya. Entah bagaimana bisa, seseorang yang kuanggap hina ternyata orang bijak yang tak pernah kujumpai sebelumnya.

Sebuah drama halusinasi yang megah. Menari diatas awan putih, didampingin para dewa surgawi. Imajinasi kembali terkuasai tokoh-tokoh rahwana yang suci. Hebat, aku berhasil menciptakan mereka dalam ruang gelapku. Ketika aku harus sendiri, menyepi, adalah sebuah taman bagiku. Aku bisa berlari, berteriak, juga mencaci dengan suka cita. Tak ada lagi hak yang mengikat, bebas! Sebuah angan tentang senyum anak kecil yang polos terlukis pada wajah dewasa penuh penderitaan hidup. Sebuah angan tentang kebersamaan dalam canda terlukis pada kehidupan yang semakin menggila. Dan kembali kutersedak pada kenyataan pahit, ternyata semuanya tak semudah membalikan telapak tangan. 

Rotasi logika manusia sungguh berbeda, terbentur pada ego yang tak sedikit menjengkelkan. Seringnya kumeratapi tentang hidup yang tak pasti. Cita-cita yang tinggi dengan godaan "jahanam" silih berganti mengunjungi. Ratapan dan keoptimisan jalan beriringan, dan aku takut keoptimisan makin lamban mendahului ratapan. Frustasi, terkadang aku rasakan. Gila, hampir sering aku perankan. Namun semua hanya percobaan. Aku tak pernah bersungguh-sungguh untuk merasa frustasi ataupun gila. Idiot! mungkin benar. 

Imajinasi yang terlalu luas membuat hal-hal aneh sering terjadi pada kehidupanku. Dan sungguh aku menikmati. Aku tidak takut gila ataupun dibilang gila. Semua sama saja, asalkan kita tetap pada diri siapa kita. Berimajinasilah sesuka hatimu, dan optimislah pada mimpimu.

Fighting! 

Minggu, 25 Desember 2011

Renungan Derai Hujan.

Keperkasaan analisa kembali dipertanyakan. Mereka yang mengaku bijaksana mulai tumpul berargumen. Realita yang terjadi seolah bukan pelajaran yang patut mereka adopsi. Sungguh sendu jiwa ini melihat banyak ketimpangan kasih. Anak-anak kecil tak berdosa harus mengais rezeki dengan pura-pura buta, orang-orang tua tak bersalah harus menafkahi hidup dengan berpura-pura cacat. Kembali semua kepada kemunafikan, entah itu pejabat, konglomerat, ataupun rakyat jelata. Kejujuran dipertaruhkan, harga diri tak sungkan diperjual belikan. Segala yang dilakukan berorientasi pada kejayaan fana. Keterlaluan!

Manusia tak lagi ingat pada kasih sayang. Bersaing dengan kemampuan iblis, berfikir dengan pola penjajah. Semua menjadi carut marut, tak ada lagi gotong royong juga tolong menolong. Semboyan Bhineka Tungga Ika tinggal menjadi kenangan manis. Sungguh tak kupungkiri, mereka yang memiliki kekuasaan masih memiliki hati, namun kepekaan nurani sungguh masih dipertanyakan. Manusia seperti binatang, tak ada lagi Hak Asasi Manusia yang seharusnya dijunjung setinggi-tingginya. Tak ada lagi demokrasi yang seharusnya menjadi jalan penyelesaian masalah. Semuanya hanya simbol, tak ada lagi kenyataan manis. Wajah-wajah muram semakin bertebaran di bumi nan permai ini, air mata darah sudah menjadi lelucon setiap hari. Kemiskinan bukan lagi menjadi masalah, tetapi hiburan bagi yang kaya. Musibah tak lagi menjadi pengingat atas keserakahan, tapi sudah lazim sebagai tontonan menarik. Dan kita hanya menikmati?

Keceriaan sungguh telah menjadi mahal, membuatku takut untuk hidup lama. Cita-cita akan sebuah kehidupan yang damai, serta tawa lepas dari rakyat yang memuja atas kepenguasaanku, bukan mereka bandot-bandot tua berbuncit kemunafikan!!!

Sabtu, 24 Desember 2011

Nikmatnya Bau Tanah Tuhan.

Sendiri kembali menelusuri alam tanpa cahaya. Di balut dengan kain kemunafikan tak kuhiraukan suara yang menyayat kalbu. Terus berjalan, tanpa kusadari di atas kepalaku ada iblis penjegal iman. Aku terbuai dengan isak merdunya hingga tertidur di atas pangkuannya. Pelan-pelan kuhirup alam mimpiku, tercium bau tak asing di indera penciumanku. Tanah berdebu tersiram hujan sore itu, menyebarkan aroma nikmat dijiwaku. Aku mencoba menghirup lebih dalam, hingga sesak dada ini sebab terlalu lama kutahan. Di pangkuan sang iblis kutemukan nikmat yang selalu kudambakan.

Aku terus berdansa dalam damai buaian aroma kenikmatan. Iblis yang kucaci adalah kiriman Tuhan. Aku tersenyum, betapa indah Tuhan memberi aroma pada tanah gersang. Mencoba meraba jari sang iblis, tidak ada. Kubuka mata, tanah hitam telah melumuri jasad. Tanah basah yang kuagungkan, menusuk jantung mensyukuri nikmat di sore ini..