Kamis, 12 April 2012

Lorong Hidup

Menelusuri jejak terselubung sang perempuan. Bernahkodakan dilema tiada ujung. Terperangkap dalam jeruji kekhilafan, segala kefanaan menjadi kekal. Bersandar pada dinding perlawanan hingga hati jarang bergumul dengan kemesraan. Linglung memaknai cinta, bimbang memilih kumbang. Bersanding dengan keramahan menjadi sebuah ketakutan, adakah yang mereka sajikan adalah gelas bertuak? 


Aku ingin bernyanyi
Aku ingin berdansa
Dengan alam dan hewan liar


Aku bukan pembual
Aku bukan penipu
Aku adalah perempuan dengan kejujurannya


Lihat aku dengan senyum
Sapa aku dengan lembut
Jamah aku dengan mesra
Jangan jadikan nafsumu mengotori kesucianku


Lindungi aku dengan ilmu
Belai aku dengan kearifan
Nasehati aku dengan kebijaksanaan
Maka aku bukan lagi pemberontak

Senin, 02 April 2012

Diary Kehidupan Manusia

Telah lama dunia ini berotasi hingga belum tiba juga saatnya untuk berhenti. Mungkin ini adalah mimpi para dewa, hingga Tuhanpun segan untuk mengakhirinya. Ada sajak yang mengatakan manusia adalah titisan para dewa, juga ulama yang mengatakan jiwa manusia adalah percikan nur saidina Muhammad dan kuyakini kedua-duanya adalah persamaan. Aku tak mempertimbangkan nilai kebenarannya, aku hanya berpikir kapan di mana manusia membuktikan titisan itu adalah benar. Mungkin keburukan manusia adalah sistem regenerasi yang gagal, para pendahulu tak cukup memiliki kemampuan untuk mewarisi kepiawaiannya. Disinilah kita bisa membuktikan bahwa manusia tak akan pernah mencapai kesempurnaan, semakin jauh manusia melangkah maka semakin bias gambaran kesempurnaan itu dan semuanya berakhir pada keniscayaan. Apa yang kita anggap sebuah pencapaian adalah sukses ternyata salah, sebab hakikat pencapaian adalah kematian. Dunia adalah media sedangkan mati adalah hasil. Jika kita ingat kembali bahwa akhirat itu ada, disanalah pencapaian itu akan menunjukan kadarnya. 

Merangkum kehidupan dalam diary Tuhan membuat manusia terkadang lupa kapan dia menulis tentang kebaikan dan kapan tentang keburukan. Terlalu banyak yang harus diingat, hingga semuanya ia biarkan terbang bersama kebebasan. Bahkan terkadang manusia menjadi munafik dengan berlaku ramah padahal bejat, memberi senyum padahal dendam. Sungguh tak mudah jika harus dilogiskan. 

Zaman tak lagi jujur, bumipun lelah dengan ulah para khalifah. Segalanya telah kembali pada sistem primitif, barter. Kedudukan, kekuasaan, kepopuleran, bahkan sesuap nasi harus ada timbal balik yang setimpal dan itu bukan dalam batas kewajaran jika dirasiokan melalui akal kemanusiaan. Jika teori Darwin adalah benar, mungkin manusia akan berevolusi lagi dengan melihat dari tingkah dan pola lehidupannya. Dari yang kecil tak tau apa-apa hingga yang tua sudah terbiasa dengan keculasan, semenjak kecil sudah diajari bagaimana harus menjadi unggul dengan segala cara. Setiap detiknya manusia dirajam dengan rasa ketidakpuasaan, hingga dia lupa fungsi hati dan akal bagi kehidupannya. Tak ada lagi nikmat sebab semuanya sudah terpenjara dalam sel ambisi. Dunia tak lagi hijau karena iya telah memar menjadi ungu akibat kebinalan manusia. Daratan menyempit, gunung-gunung murka, langit tak lagi cerah, dan pelangi telah enggan menunjukan keindahannya. Semuanya yang manusia anggap tak lebih hebat darinya, nyatanya adalah ancaman terbesar yang tak kunjung juga disadari. 

Logika manusia semakin menyempit, hingga bahkan dia lebih memilih membunuh daripada mengakui kesalahan. Semuanya dia jadikan target, padahal manusia adalah dalam keterbatasannya. Memaksakan kehendak demi kepopuleran padahal mental bagai nyamptk yang akan mati dengan hanya ditepuk. Mengaku bijaksana padahal menyelesaikan permasalahan anakpun dia lebih memilih untuk dipenjarakan daripada repot-repot dinasehati. Sungguh ini tak ku anggap sebagai kehancuran, tapi ini adalah cara Tuhan bagaimana harus mengakhiri kehidupan manusia di muka bumi. Manusia adalah alasan kapan bumi akan berhenti berputar, dan Tuhan memiliki hukum universal agar manusia mampu berusaha bagaimana dia harus mempertahankan hingga kapan bumi akan terus menjadi tempat kehidupanya. 

Pramoedya, "Selama-lamanya manusia akan menjadi misteri"